BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga
mempunyai peran sebagai lembaga perantara antara satuan-satuan kelompok
masyarakat/unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (Surplus Unit)
dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan Dana (deficit unit). Melalui
bank, kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang
memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya
sebagai peminjaman dan pemberi pinjaman yang disebuat dengan hubungan antara
kreditur dengan debitur. Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank
syari’ah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan
hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola dana
(mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh
terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham tetapi juga berpengaruh
terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpanan dana.
Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai
penyimpan harta, pengusaha, pengelola investasi yang baik akan sangat
menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya
menghasilkan dana.
2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaiman Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah
2. Bagaimana Penggunaan Dana Bank
3. Bagaimana sumber dan Alokasi Pendapatan
4.
Bagaiamana Keuntungan Bank
5. Bagaimana Problem bank
6.
Bagaimana Resiko-resiko Bank
7.
Bagaimana Cara Memperlakukan Resiko
8. Bagaimana Fungsi Manajemen Resiko
9.
Bagaimana Kerangka Manajemen Resiko
3.
Tujuan
A.
Untuk mengetahui Bagaiman Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah
B. Untuk mengetahui Bagaimana Penggunaan
Dana Bank
C. Untuk mengetahui Bagaimana sumber dan
Alokasi Pendapatan
D.
Untuk mengetahui Bagaiamana Keuntungan Bank
E. Untuk mengetahui Bagaimana Problem bank
F.
Untuk mengetahui Bagaimana Resiko-resiko Bank
G.
Untuk mengetahui Bagaimana Cara Memperlakukan Resiko
H. Untuk mengetahui Bagaimana Fungsi
Manajemen Resiko
I.
Untuk mengetahui Bagaimana Kerangka Manajemen Resiko
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar
dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank
yang paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat
apa-apa, atau dengan kata lain bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam
bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.
Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para
pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana
orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan
ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur.
Dalam pandangan Syariah uang, bukanlah merupakan suatu komoditi
rnelainkan hanya merupakan alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis
Sumber
dana bank Syari’ah terdiri dari:
1.
Modal inti (core capital)
Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari
para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri
dari:
·
Modal yang yang
disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah
saham.
·
Cadangan, yaitu
sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya
risiko kerugian di kemudian hari.
·
Laba ditahan,
yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham,
tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham)
diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
2.
Kuasa ekuitas (mudharabah account)
Bank menghimpun dana bagi-hasil atas dasar prinsip mudharabah,
yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha
(mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh
mencampuri pengolahan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi
antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya.
Kerguian financial menjadi beban pemilik dana, sedangkan pengelola tidak
memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank
menyediakan jasa bagi para investor berupa:
·
Rekening
investasi umum, di mana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari
kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan
prinsip mudharabah mutlaqah
·
Rekening investasi
khusus, di mana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi
(pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk
menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu
yang mereka setujui atau mereka kehendaki.
·
Rekening
Tabungan Mudharabah; prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan
rekening tabungan.
3. Dana Titipan (Wadi’ah/non Remunerated
Deposit)
Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank,
yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang
menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh
keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.
·
Rekening Giro
Wadi’ah
Bank Islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk
rekening wadi'ah. Dalam hal ini bank Islam menggunakan prinsip wadi'ah yad
dhamanah.
·
Rekening
Tabungan Wadi’ah
Prinsip wadi'ah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalam
mengelola jasa tabungan, yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa
penitipan dana dengan tingkat-keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali
B.
Penggunaan Dana Bank
Alokasi
mempunyai beberapa tujuan yaitu
1.
Mencapai
tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat risiko yang rendah
2.
Mempertahankan
kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman.
Alokasi penggunaan dana bank Syariah pada dasarnya dapat di-bagi
dalam dua bagian penting dari aktiva bank, yaitu:
1.
Earning Assets adalah berupa investasi dalam bentuk:
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah);
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah);
c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual-beli (Al Bai');
d. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah)
e. Surat-surat berharga Syariah
2.
Non Earning Assets terdiri dari:
a. Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets).
b. Pinjaman (qard)
c. Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premises and
equipment)
C. Sumber dan Alokasi Pendapatan
1.
Sumber pendapatan bank syariah
Sumber
pendapatan bank syariah terdiri dari:
a. Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah
b. Keuntungan atas kontrak jual-beli (al bai’)
c. Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina dan
d. Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.
2.
Pembagian keuntungan (profit distribution)
Berdasarkan
kesepakatan mengenai nisbah bagi hasil antara bank dengan para nasabah
tersebut, bank akan mengalokasikan penghasil¬annya dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
(a)
Tahap pertama,
bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas
bagi-hasil usaha bank menurut tipenya, dengan cara membagi setiap tipe
dana-dana dengan selu¬ruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%
(seratus persen);
(b) Tahap kedua, bank menetapkan jumlah pendapatan bagi-hasil untuk
masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah relatif) dari
masing-masing dana simpanan pada huruf a dengan jumlah pendapatan bank;
(c) Tahap ketiga, bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk
masing-¬masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan;
(d) Tahap keempat, bank harus menghitung jumlah relatif biaya
operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut
sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.
(e) Tahap kelima, bank mendistribusikan bagi-hasil untuk setiap
pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.
3.
Revenue Sharing
Berdasarkan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa menerima
kondisi berbagi hasil dan berbagi risiko, maka sebagian bank Svariah di
Indonesia saat ini menempuh pola pendistribusian pendapatan (revenue sharing),
di samping untuk menerapkan profit sharing bank harus secara terinci
menmaparkan biaya-biaya operasional yang dibebankan kepada para pemilik dana[1]
D.
Keuntungan Bank
Tingkat keuntungan bersih (net inconte) yang dihasilkan oleh bank
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable factors)
dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable factors).
Controlable factors adalah.faktor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen
seperti segmentasi bisnis (orientasinya kepada wholesale dan retail),
pengendalian pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi
jual-beli, pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan pengendalian
biaya-biaya. Uncontrolable factors atau faktor-faktor eksternal adalah
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi ekonomi
secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya. Bank tidak
dapat mengendalikan faktor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun
fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan faktor-faktor
eksternal.
Ada dua rasio yang biasanva dipakai untuk mengukur kinerja bank,
yaitu return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). ROA adalah
perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva
(average assets). ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan
bersih (net income) dengan rata-rata modal (average equity) atau investasi para
pemilik bank. Dari pandangan para pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting
karena merefleksikan kepen¬tingan kepemilikan mereka.
Keuntungan bagi para pemilik bank merupakan hasil dari tingkat
keuntungan (profitability) dari aset dan tingkat leverage yang dipakai.
Bagi bank Syariah, sumber dana yang paling dominan bagi pembiayaan
asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan investasi jangka panjang
(permanen) dari para pemilik (core capital), investasi jangka pendek (temporer)
dari para nasabah (rekening mudharabah). Hanya sebagian kecil saja yang
merupakan kewajiban (liabilitas) kepada pihak ketiga, yaitu berupa dana-dana
titipan (rekening wadi'ah). jika dana-dana investasi itu dapat disamakan dengan
equity, maka apabila peranan dana wadi'ah mencapai sepertiga, yang berarti
leverage multiplier adalah 1.5 maka ROE akan mencapai 15% apabila ROA mencapai
10%.
ROE
= ROA x leverage multiplier
=
10% x 1.5
=
15%
E.
Problem bank
Bank adalah sebuah lembaga modern. Untuk menyelenggarakannya
dibutuhkan tenaga-tenaga profesional yang mampu mengoperasikan teknologi
canggih.
Sistem ekonomi Islam, termasuk perbankan syari'ah, mengasumsikan
perilaku bisnis yang bermoral. Tetapi praktek bisnis tidak bisa mengandalkan
asumsi itu sebagai take it for granted. Disamping kepercayaan, -karena bisnis
itu memang adalah sebuah bisnis kepercayaan- LKS harus pula didukung oleh
sistem.
bisnis perbankan cukup rawan terhadap moral hazard. Karena itu, SDM
di bidang perbankan membutuhkan kombinasi antara keahlian teknis dan etika. Sistem
perbankan perlu didukung oleh sistem hukum yang dilaksanakan secara konsekuen.
Kendala utama bank Islam adalah bahwa bank membutuhkan moralitas nasabah yang
tinggi. Tapi bank tak bisa sepenuhnya mengandalkan moralitas. Bank harus
memiliki sistem pengawasan yang canggih.
Tapi pada dasamya, bank Islam harus memiliki data base mengenai
usaha-usaha yang prospektif Disamping itu bank juga harus, mengetahui tingkat
risiko berbagai usaha. Pada umumnya, kredit yang diberikan oleh Bank Islam
adalah pembiayaan yang skemanya diatur oleh UU Perbankan.
Bank, sebagaimana didefinisikan dalam UU No. 10/1998 atau UU
Perbankan adalah sebuah "Lembaga perantara keuangan" (intermediary
financial institution). Bank merupakan lembaga perantara antara pemilik modal
dan pengguna modal.
Persoalan pertama yang dihadapi oleh bank Islam pemula adalah
mencari investor. Pada awalnya, Bank Islam kurang menarik minat swasta, sebab
mereka mempertanyakan apakah perbankan Islam adalah bidang penanaman modal yang
prospektif dan cukup menjanjikan (promising).
Ketersediaan dana sudah barang tentu tergantung dari kemampuan bank
untuk menghimpun modal dari masyarakat. Salah satu kendala bank Islam dewasa
ini harus bersaing dalam penarikan dana dengan tingkat bunga.[2]
F.
Resiko-resiko Bank
1. Risiko kredit (credit risk)
Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan
counterparty memenuhi kewajibannya.
2. Risiko pasar (market risk)
Risiko pasar (market risk) adalah risiko yang timbul karena adanya
pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang di¬miliki
oleh bank, yang dapat merugikan bank.
3. Risiko likuiditas (liquidity risk)
Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank
tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
4. Risiko operasional (operational risk)
Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan
kare¬na ketidak cukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi
operasional bank.
5. Risiko hukum (legal risk)
Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan adanya kelemahan aspek
yuridis.
6. Risiko reputasi (reputation risk)
Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya
publikasi negative yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi
terhadap bank.
7. Risiko strategis (strategic risk)
Risiko strategis adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya
penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan
bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan
eksternal.
8. Risiko kepatuhan (compliance risk)
Resiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank tidak memenuhi
atau tidak melaksanakan peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku.
Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan risiko pengendalian
intern secara konsisten.[3]
9. Resiko yang melekat pada model pembiayaan:
· Murabahah
· Salam
· Istishna
· Mudharabah, dan
· musyarakah[4]
G.
Cara
Memperlakukan Resiko :
·
Dihindari,
apabila resiko tersebut masih dalam pertimbangan untuk diambil, misalnya karena
tidak masuk kategori Resiko yang diinginkan Bank atau karena kemungkinan jauh
lebih besar dibandingkan keuntungan yang diharapkan
·
Diterima dan
dipertahankan, apabila resiko berada pada tingkat yang paling ekonomis
·
Dinaikkan,
diturunkan atau dihilangkan, apabila resiko yang ada dapat dikendalikan dengan
tata kelola yang baik, atau melalui pengoperasian exit strategy
·
Dikurangi,
misalnya dengan mendiversifikasi portofolio yang ada, atau membagi (share)
resiko dengan pihak lain
·
Dipagari
(hedge), apabila resiko dapat dilindungi secara atificial, misalnya resiko
dinetralisir sampai batas tertentu dengan instrumen derivatif.[5]
H.
Fungsi
Manajemen Resiko
·
Menetapkan
limit umumnya mencakup pemberian kredit, penempatan non kredit, asset liability
management, trading dan kegiatan lain seperti derivatif.
·
Menetapkan
kecukupan prosedur atau prosedur pemeriksaan (audit) untuk memastikan adanya
integrasi pengukuran resiko, kontrol sistem pelaporan, dan kepatuhan terhadap
kebijakan dan prosedur yang berlaku
·
Menetapkan
metodologi untuk mengelola resiko dengan menggunakan sistem pencatatan dan
pelaporan yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi sehingga dapat diukur
dan dipantau sumber resiko utama terhadap Bank.
I.
Kerangka
Manajemen Resiko
·
Identifikasi
resiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap karakteristik resiko
yang melekat pada aktivitas fungsional, Resiko terhadap produk dan kegiatan
usaha
·
Pengukuran
resiko dilaksanakan dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap
kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur
resiko , Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran resiko apabila terdapat
perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor resiko yang bersifat material
·
Pemantauan
resiko dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap eksposure resiko
Penyempurnaan proses pelaporan terdapat perubahan kegiatan usaha, produk,
transaksi, faktor resiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen
yang bersifat material Pelaksanaan proses pengendalian resiko, digunakan untuk
mengelola resiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara
umum, terdapat delapan jenis risiko yang dikandung oleh produk-produk perbankan
syariah. Risiko-risiko tersebut antara lain:
1.
Risiko
Pembiayaan, yaitu risiko yang timbul akibat debitur gagal memenuhi
kewajibannya.
2.
Risiko Pasar,
yaitu risiko yang timbul akibat adanya pergerakan variabel pasar dari
portofolio yang dimiliki bank yang dapat merugikan bank.
3.
Risiko
Likuiditas, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak dapat memenuhi
kewajibannya yang telah jatuh tempo.
4.
Risiko
Operasional, yaitu risiko yang terjadi karena tidak berfungsinya proses
internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal
yang mempengaruhi operasional bank;
5.
Risiko Hukum,
yaitu risiko yang timbul yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Hal ini terjadi karena adanya tuntutan hukum, lemahnya regulasi, ataupun
kelemahan dalam pengikatan.
6.
Risiko
Reputasi, yaitu risiko yang disebabkan karena adanya publikasi negatif atau
persepsi negatif terhadap bank;
7.
Risiko
Strategik, yakni risiko yang timbul karena pelaksanaan strategi bank yang tidak
tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya
bank terhadap perubahan eksternal;
8.
Risiko
Kepatuhan, yakni risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila dipetakan terhadap produk-produk perbankan syariah maka risiko-risiko
yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
1. Tabungan: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional
2. Deposito: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional
3. Giro: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional
4. Pembiayaan Murabahah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum
5. Salam: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional
6. Rahn: Risiko Operasional dan Risiko Pasar
7. Ishtisna: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional
8. Pembiayaan Mudharabah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum
9.
Pembiayaan Musyarakah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum
Adanya risiko-risiko bagi bank tersebut bukan berarti bahwa produk
tersebut tidak aman (unsecured). Bank Syariah sudah pasti telah memperhitungkan
risiko-risiko ini sebelum produk tersebut disampaikan kepada masyarakat.
Masyarakat tidak perlu khawatir pula, karena dalam pelaksanaan operasionalnya,
seluruh bank syariah diawasi. Lembaga-lembaga pengawasan yang memastikan setiap
bank syariah dapat mengendalikan risiko dengan baik antara lain Dewan
Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin
Simpanan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2003.
Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2006.
Muhammad,
Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2002.
http://adenazkey17.blogspot.com/2010/11/manajemen-resiko-perbankan-syariah.html
http://ridwan087.blogspot.com/2013/06/manajemen-resiko-bank-syariah.html
[2] Muhammad,
Bank Syariah, (Yogyakarta, Ekonisia, 2002).
[3]Zainul
Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2003). Hal 73
[5] http://adenazkey17.blogspot.com/2010/11/manajemen-resiko-perbankan-syariah.html
di kutip pada 04/11/2014
Ditulis Oleh : faisalsaleh
Terimakasih atas kunjungan Kamu Karena telah Mau membaca artikel MANAJEMEN BANK SYARIAH. Tapi Kurang Lengkap Rasanya Jika Kunjunganmu di Blog ini Tanpa Meninggalkan Komentar, untuk Itu Silahkan Berikan Kritik dan saran Pada Kotak Komentar di bawah. Kamu boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikelMANAJEMEN BANK SYARIAH ini jika memang bermanfaat bagi kamu, tapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih.
0 komentar:
Post a Comment