HUKUM PERJANJIAN, HUKUM KONTRAK DAN WAN PRESTASI
Dosen: Eka Yuli Astuti, MH
Mata Kuliah: Hukum Bisnis
NAMA NPM
Andiyansah 1287084
Ayu Andriyani 1287274
Lilis selviana 1288284
Siti Nurrohmah 1289344
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Bisnis membahas tentang Hukum Perjanjian, Hukum Kontrak Dan Wan Prestasi dalam bentuk makalah.
Dalam
penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah “Hukum Perjanjian, Hukum
Kontrak Dan Wan Prestasi” ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
orang tua, kerabat atau teman-teman kami dan Dosen mata kuliah Hukum Bisnis,
sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
- Ibu Dosen mata kuliah Hukum Bisnis yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
- Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Semoga
materi ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan pembelajaran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini memiliki beberapa
kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritikanya. Terima kasih.
.
Metro, 23 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... I
KATA PENGANTAR....................................................................................... II
DAFTAR ISI....................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A . Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.Hukum Perjanjian............................................................................. 3
B.Syahnya Kontrak.............................................................................. 4
C.Batalnya suatu kontrak..................................................................... 5
D.Anatomi kontrak .............................................................................. 8
E. Wan prestasi .................................................................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................................ 12
A.Kesimpulan....................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon) tidak ada yang bisa hidup sendiri di dunia ini.
Maka diperlukan adanya hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain
berupa perikatan, termasuk dalam pencapaian kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
manusia satu dan manusia lainnya berbeda sesuai usia dan status sosialnya.
Dahulu kala, orang melakukan perikatan dengan yang
lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara barter (penukaran barang
dengan barang), lalu berubah menjadi penukaran barang dengan uang barang dan
kemudian berganti menjadi barang dengan uang.
Ternyata perkembangan zaman sudah merubah peradaban
cara hidup manusia memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya melakukan transaksi
(akad) secara langsung, tapi juga bisa dengan kredit, dan lain-lain bahkan ada
perjanjian secara tertulis sebelum diadakan perikatan pemenuhan kebutuhan
tersebut.
Indonesia adalah salahsatu
Negara yang menganut system Demokrasi yaitu dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Dalam mewujudkan Negara berkembang Indonesia menjalani system-sistem
yang ada baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis.
Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum,
perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum.
Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan
bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan
System akan berkembang jika ada seorang atau sekolompok
untuk aktif atau praktikum hukum yaitu yang melakukan tindakan hukum. Dalam
melakukan tugasnya seorang aktivis hukum memiliki dua criteria yaitu
berprestasi dan wanprestasi. Pengertian prestasi (performance) dalam hukum
kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu
kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana
sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam
kontrak yang bersangkutan. Sedangkan Pengertian
wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi
atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Disamping perjanjian kita mengenal pula istilah kontrak. Secara gramatikal, istilah
kontrak berasal dari bahasa Inggris, contract.
Baik perjanjian maupun kontrak mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu
perbuatan hukum untuk saling mengikatkan para pihak kedalam suatu hubungan
hukum perikatan. Istilah kontrak lebih sering digunakan dalam praktek
bisnis. Karena jarang sekali orang menjalankan bisnis mereka secara
asal-asalan, maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secara tertulis,
sehingga kontrak dapat juga disebut sebagai perjanjian yang dibuat
secara tertulis
- Rumusan masalah
Dari
rumusan masalah diatas maka dapat disimpulkan rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Apa
pengertian dari perjanjian, kontrak dan wanprestasi?
2. Bagaimana
syahnya suatu kontrak?
- Tujuan
1. Agar
memahami pengertian dari perjanjian, kontrak dan wan prestasi.
2. Agar
memahami syahnya suatu kontrak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Perjanjian Kontrak dan Wan Prestasi
1. Hukum
Perjanjian
Perjanjian
adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap
satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli
hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat
sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat
timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban
masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai
sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri
satu sama lain.[1]
Kontrak atau perjanjian
merupakan suatu perbuatan yang tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dalam
menjalankan aktivitas binsis, seringkali pelaku bisnis dan usaha melupakan
betapa pentingnya keberadaan kontrok atau perjanjian. Dalam kaitan nya dengn
pembuktian persidangan pembuatan kontrak juga memiliki peran yang sangat
penting untuk membuktikan adanya dan terjadinya suatu peristiwa.
Kontrak
merupakan suatu bukti adanya kesepakatan para pihak untuk melakukan aktivitas
untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus memenuhi syarat agar suatu
kontark atau perjanjian di katakan sah menurut hukum. Terjadi nya suatu kontrak
atau perjanjian akan menimbulkan adanya ikatan antara para pihak. Ikatan ini
secara eksplisit di atur dalam buku III BW yaitu tentang perikatan. Artinya
kontrak merupakan salah satu yang dapat menimbulkan perikatan selain undang
undang dan hukum.[2]
2. Sahnya
Kontrak
Sebelum bisnis
berjalan, biasanya akan dibuat kontrak atau perjanjian secara tertulis yangg
akan dipakai sebagai dasar jalannya bisnis yang akan dilaksanakan. Dalam
settiap kontrak yang dibuat, tidak bisa
tidak, terlebih dahulu harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, agar
kontrak yang dahulu harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kontrak
yang akan atau telah dibuat secara hukum sah dan dapat dipertanggung jawabkan.[3]
Didalam pasal
1320 BW di jelaskan bahwa ada 4 syarat syahnya suatu perjanjian adalah sebagai
berikut :
a. Adanya
kata sepakat di antara para pihak
Kesepakatan yang di
maksud disini adalah adanya persesuaian kehendak antara para pihak pelaku
perjanjian kesepakatan ini timbul setelah adanya aktivitas penawaran dan
permintaan. Kesepakatan ini bentuk nya bisa tetulis maupun tidak.
b. Adanya
kecakapan
Kecakapan yang di
maksud disini adalah terkait dengan kemampuan bertanggung jawab yang harus di
miliki/melekat pada suatu perjanjian, karena seseorang yang cakap adalah
seseorang yang mampu bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan.
Maka bila pelaku perjanjian tersebut adalah anak yang belum dewasa atau orang
gila maka pelaku tersebut dikatakan sebagai orang yang tidak mampu bertanggung
jawab singkat nya tidak cakap hukum.
Dalam pasal 1330 KUH
perdata di sebutkan orang orang tidak cakap untuk membuat suatu kontarak yaitu:
1) Orang
orang yang belum dewasa
2) Orang
orang yang di bawah pengampunan
3) Orang
orang perempuan dalam hal hal yang ditetapkan dengan undang undang, dan semua
orang kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian perjanjian tertentu.
c. Adanya
hal tertentu
Sesuatu hal tetentu ini
terkait dengan objek yang diperjanjikan. Kejelasan dari keberadaan obyek
perjanjian tersebut mensyaratkan bahwa objek tertentu memang harus jelas dan
ada. Konsekuensi nya bila obyek perjanjian tidak jelas maka akan menimbulkan
batalnya suatu perjanjian.
d. Adanya
suatu sebab yang halal
Sebab yang
hal ini pun tidak boleh diluapakan karena sebagai konsekuensi dari negara hukum
di inidonesia artinya bahwa seluruh masyarakat harus menaati dan melaksanakan
segala ketentuan ketentuan hukum yang berlaku dan tidak melakukan perbuatan
perbuatan yang dialarang oleh undang undang negara.
Dari keempat syarat
tersebut dapat di klasifikasikan menjadi dua yaitu syarat subyektif yaitu
syarat terkait dengan subyek perjanjian (person dan recht person)
yaitu kesepakatan dan kecakapan maka
konsekwensi hukum dari tidak terpenuhi nya syarat lain nya adalah disebut
syarat objektif yaitu syarat yang terkait dengan syarat objek perjanjian ( hak
dan kewajiban atau yang disebut dengan prestasi) yaitu adanya hal tertentu dan
sebab yang halal, konsekuensi hukum yang timbul jika syarat subyektif tidak
terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum artinya bahwa perjanjian tersebut
batal dengan sendirinya (nieticverklaard).[4]
3. Batalnya
Suatu Kontrak
Kontrak atau perjanjian
dapat di hapus dengan cara :
a. Karena
tujuan perjanjian sudah tercapai ; dengan persetujuan kedua belah pihak sesuai
dengan pasal 1338 ayat (2) KUHP perdata; karena ketentuan undang-undang,
misalnya pasal 1601 KUHP perdata tentang perburuhann, jika si buruh meninggal,
maka perjanjian perburuan menjadi hapus,
b. Karena
di tentukan oleh para pihak mengenai perjanjian dengan jangka wakty tertentu.
c. Karena
keputusan hakim.
d. Karena
di putuskan oleh salah satu pihak, yaitu jika salah satu pihak tidak melakukan
prestasi , maka pihak lainnya tidak wajib melakukan prestasi.[5]
Mengenai
hapusnya perikatan terdapat sepuluh cara hapus atau berakhirnya perikatan,
menurut pasal 1381 KUHP perdata:
a. Pembayaran
Di atur dalam pasal
1382 s.d 1403 KUHP perdata ada dua pengertian pembayaran, yaitu pengertian secara
sempit dan yuridis teknis yaitu pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan
utang oleh debitur kepada kreditur.
Pembayaran seperti ini
dilakukan dalam bentuk uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa, seperti
jasa dokter bedah, tukang cukur, atau guru privat. Objek pembayaran tergantung
dari sifat dan isi dan perjanjian nya.
b. Penawaran
pembayaran, di ikuti dengan penitipan (konsinyasi):
Di atur dalam pasal
1404 s.d 1412 KUHP perdata. Konsinyasi di artikan sebagai suatu pembayaran yang
dilakukan dalam keadaan kreditur tidak mau menerima pembayaran dari debitur,
maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penitipan atau konsinyasi.
c. Pembaharuan
utang (novasi): di atur dalam pasal 1413 s.d debitur dengan kreditur, dimana perjanjian
lama dan subjeknya yang ada di hapuskan dan timbul sebuah perjanjian baru.
d. Perjumpaan
utang (konpensasi): di atur dalam pasal 1425 s.d 1435 KUHP perdata. Konpensasi
diartikan sebagai penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling
memperhitungkan utamg yang sudah di tagih antara debitur dan debitur( pasal
1425 KUHP perdata).
e. Percampuran
utang.
Ini terjadi misalnya
jika si berhutang kawin dalam percampuran kekayaan dengan si berpiutang atau
jika si berhutang menggatikan hak hak si berpiutang karena menjadi warisnya
ataupun sebaliknya.
f. Pembebasan
hutang[6]
Di atur dalam pasal
1438 s.d 1443 KUHPerdata. ini adalah suatu perjanjian baru di mana si
berpiutang dengan suka rela membebaskan si berhutang dari segala
kewajibannya.perikatan hutang piutang telah di hapus karena pembebasasan itu
diterima baik oleh si berhutang, sebab ada juga kemungkinan seseorang berhutang
tidak suka di bebaskan dari hutangnya.
Ada dua cara
terjadinya, pembebasan hutang, yaitu : Cuma Cuma, dan prestasi dari pihak
debitur.
g. Musnah
nya barang yang terutang.[7]
Menurut pasal 1444,
jika barang tertentu yang di maksudkan dalam perjanjian hapus atau karna suatu
larangan yang di keluarkan oleh pemerintah, tidak boleh di perdagangkan atau
hilang atau tidak terang keadaan nya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja
hapus atau hilang nya barang itu tidak sama sekali di luar kesalahan yang
berhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkan nya.
h. Pembatalan
perjanjian
Di atur dalam pasal
1446 s.d 1456 KUHPerdata. Bidang kebatalan ini dapat di bagi dalam dua hal
pokok, yaitu:
1. Dapat
di batalkan setelah putusan hakim
2. Batal
demi hukum.
Disebut batal demi
hukum karena kebatalannya yang menyangkut perbuatan hukum, ketertiban umum atau
kesusilaan.
i.
Berlakunya suatu syarat batal.
Suatu syarat yang bila
di penuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan
semula, seolah olah tidak ada suatu perjanjian(pasal 1265 KUHPeradata). Biasaya
syarat batal berlaku pada perjanjian timbal balik. Seperti pada perjanjian jual
beli, sewa menyewa dan lain-lain.
j.
Lewatnya waktu
Suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertrentu dan atas syarat yang telah di tentukan undang
undang (pasal 1946 KUHPerdata).
4. Anatomi
Kontrak
Setiap
akta atau kontrak, baik yang dibuat dibawah tangan maupun akta otentik biasanya
akan terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut
a. Judul
b. Kepala
c. Komisaris
d. Sebab/
dasar
e. Syarat-syarat
f. Penutup
g. Tanda
tangan[8]
Secara
teoritis munir fuady menyebut tiga bagia menjadi unsur-unsur dalam suatu akte
perjanjian yang dapat dibagi atas tiga unsur yaitu
a. Esensiallia
Adalah syarat yang haus
ada dalam perjanjian. Jika syarat ini tidak ada maka perjanjia tersebut cacat (
tidak sempurna) artinya tidak mengikap para pihak.
b. Naturalia
Syarat naturalia
adalah, syarat yang biasa dicantumkan dalam perjanjian. Apabila syarta ini
tidak ada perjanjian tidak akan cacat tetapi tidak sah. Syarat natuaralia
mengenai suatu perjanjian terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan
kebiasaan.
c. Aksidentalia
Merupakan syarat-syarat
yang bersifat khusus. Syarat aksidentalia ini biasanya tidak mutlakdan tidak
biasa, tetapi para pihak mengangggap bagian tersebut beserta tanda tangannya.
Dengan tanda tangan berarti para para pihak telah menyetujui atau mengikatkan
dirinya dalam kontrak dan akan melaksanakan kontrak yang telah dibuat.[9]
5. Wanprestasi
a. Prestasi
(performance)
Prestasi adalah
pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kotrak oleh para pihak yang telah
mengikatkan diri dalam kontrak tersebut.
Bentuk-bentuk prestasi
ditentukan dalam pasal 1234 KUH perdata,
antara lain :
1) Memberikan
sesuatu
2) Berbuat
sesuatu
3) Tidak
melakukan sesuatu
b. Wanprestasi
(defaluf, nonfulfilment)
Wanprestasi atau cidera janji adalah tidak terlaksananya atau kewajiban
yang mana semestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap para pihak.
Menurut kamus Hukum, Wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera
janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.[10]
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang
dirugikan untuk menuntuk pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan
ganti rugi.[11]
Menurut pasal 1234 KUHPerdata yang dimaksud
dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan
sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaLiknya dianggap wanprestasi bila
seseorang :
1)
Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2)
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3)
Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau
4)
Melakuakan
sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.
Pada umumnya,
suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah lalai untuk
memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau debitur
tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar
kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan
prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur dipandang
perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi kewajibannya.
Teguran ini disebut dengan sommatie (Somasi).
c.
Akibat Hukum
Ada empat
akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
1)
Perikatan tetap ada.
2)
Debitur harus membayar ganti rugi kepada
kreditur
(Pasal 1243
KUH Perdata).
3)
Beban resiko beralih untuk kerugian debitur,
jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada
kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur
tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
4)
Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal
balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra
prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.[12]
Apakah yang
dapat dituntut dari seorang debitur yang lalai. Si berpiutang dapat memilih antara
berbagai kemungkinan.
1)
Ia dapat meminta pelaksanaan, perjanjian
meskipun pelaksanaan ini sudah terjadi
2)
Ia dapat meminta pengganti kerugian, karena
perrjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tidak sebagai
mana mskinya.
3)
Ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian
disertai dengan pengganti kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat
terlambatnya pelaksanaan perjanjian
4)
Dalam hal suatu perjanjian yang meletakan
kewajiban timbal balik, atau kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak
yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dbatalkan, diserrtai
dengan pemintaan penggantian kerugian
Hak ini diberikan
oleh pasal 1266 BW. Yang menentukan bahwa setiap perjanjian bilateral selalu
dianggap telah dibuat dengan syarat, bahwa kelalaian salah satu pihak akan
mengakibatkan pembatalan perjanjian. Pembatalan tersebut harus dimintakan pada
hakim.[13]
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”. Itu berarti bila seseorang atau lebih membuat suatu ikatan terhadap
seseorang, orang tersebut bisa dikatakan sudah membuat suatu perjanjian.
Menurut pasal 1234 KUH Perdata
yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu,
melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu. Sedangkan Wanprestasi berarti
debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau ingkar janji, melanggar
perjanjian serta melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
Didalam
pasal 1320 BW di jelaskan bahwa ada 4 syarat syahnya suatu perjanjian adalah
sebagai berikut : Adanya kata sepakat di antara para pihak, Adanya kecakapan,
Adanya hal tertentu terkait dengan objek yang diperjanjikan, Adanya suatu sebab
yang halal.
DAFTAR PUSTAKA
Elva Murdiana, Hukum
Dagang, yogyakarta : Idea Pres, 2013
Arthur lewis, dasar –dasar hukum hukum bisnis ,Jakarta : PT Rineka Cipta,
2003
Subekti, pokok-pokok
hukum perdata,Jakarta : Intermase, 2003
Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta,
Djambatan, 2009
https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/
[2] Elva Murdiana, Hukum Dagang,
(yogyakarta : Idea Pres, 2013) h.75.
[9] Ibid, elva Murdiana, h.79-80.
[10]
Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia,
(Jakarta, Djambatan, 2009)
[12] https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/
Ditulis Oleh : faisalsaleh
Terimakasih atas kunjungan Kamu Karena telah Mau membaca artikel HUKUM BISNIS. Tapi Kurang Lengkap Rasanya Jika Kunjunganmu di Blog ini Tanpa Meninggalkan Komentar, untuk Itu Silahkan Berikan Kritik dan saran Pada Kotak Komentar di bawah. Kamu boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikelHUKUM BISNIS ini jika memang bermanfaat bagi kamu, tapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih.
0 komentar:
Post a Comment