KESEHATAN BANK
PENGERTIAN KESEHATAN BANK
Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya
dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Kegiatan tersebut antara lain:
- Kemampuan
menghimpun dana
- Kemampuan
mengelola dana
- Kemampuan
untuk menyalurkan dana ke masyarakat
- Kemampuan memenuhi kewajiban
kepada pihak lain
- Pemenuhan peraturan yang berlaku.
MANFAAT PENILAIAN
KESEHATAN
- Bank :
salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha
- BI :
pengawasan
FAKTOR-FAKTOR PENILAIAN (CAMELS)
- Permodalan (Capital)
-
Kecukupan
pemenuhan ”Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum” (KPMM) terhadap ketentuan yang
berlaku
Modal
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
-
Komposisi
permodalan
Tier1
Tier1 + Tier 2
Tier1: Moda inti Tier2
: Modal pelengkap Tier3 : Modal pelengkap tambahan
-
Tren
ke depan / proyeksi KPMM
-
Aktiva
Produktif yang Diklasifikasikan (AYPD) dibandingkan modal bank
-
25% :
dalam perhatian khusus
-
50% :
kurang lancar
-
75% :
diragukan
-
100%
: macet
-
Kemampuan
bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba
ditahan)
-
Devidend Pay Out Ratio : Devidend yang dibagikan
Laba setelah pajak
-
Retention Rate : Laba ditahan
-
Modal rata-rata
-
Rencana
permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha bank
-
Akses
kepada sumber permodalan
-
Kinerja
keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
- Kualitas Aset (Asset Quality)
- APYD = APYD
Aktiva Produktif
-
Debitur
inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit
-
Debitur inti : aset bank<= 1
trilyun : 10 debitur
-
1 T < total asset <= 10 T ;
15 debitur
-
>10 T : 25 debitur
-
Perkembangan
aktiva produktif bermasalah (non performing asset) dibandingkan aktiva
produktif
-
Tingkat
kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)
-
Cadangan
terhadap resiko pada aktiva produktif (penanaman dana)
-
Cadangan
umum : 1% dari total aktiva produktif
-
Cadangan
khusus : 5% (dalam perhatian khusus), 15% (kurang lancar), 50% (diragukan),
100% (macet)
-
Kecukupan
kebijakan & prosedur aktiva produktif
-
Kecukupan
Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB)
-
Standard
Operating Procedures (SOP)
-
Sistem
kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif
-
Dokumentasi
aktiva produktif
-
Kinerja
penangan aktiva produktif bermasalah
-
Restrukturisasi
-
Penyertaan
modal sementara
-
Ketepatan
metode & skema restrukturisasi yang dikaitkan dengan kondisi debitur secara
keseluruhan
c.
Manajemen (Management)
-
Manajemen
Umum
-
Good Corporate
Governance
-
Penerapan
sistem manajemen risiko
-
Pengawasan
-
SIM
risiko
-
Pengendalian
Internal
-
Kepatuhan
bank
- Rentabilitas (Earnings)
-
ROA (Return On Asset), ROE
(Return On Equity), NIM (Net Interest Margin)
-
BOPO
(Biaya Operasional Pendapatan Operasional)
-
Pertumbuhan
laba usaha : Pendapatan operasional- Biaya operasional
-
Komposisi
portofolio aktiva produktif & diversifikasi pendapatan
-
Fee
Based Income Ratio
-
Penerapan
prinsip aktiva dalam pengakuan pendapatan & biaya
-
Prospek
laba operasional
- Sensitivity Of Risk
-
Analisa
terhadap risiko-risko yang mungkin terjadi
Budisantoso dan Triandaru (2005:51) mengartikan
kesehatan bank sebagai “kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya
dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku”.
Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat
luas, karena kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan
seluruh kegiatan usaha perbankannya. Menurut Budisantoso dan Triandaru
(2005:51), kegiatan tersebut meliputi:
1.
Kemampuan menghimpun dana dari
masyarakat, dari lembaga lain dan modal sendiri;
2. Kemampuan mengelola dana;
3. Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat;
4. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik
modal, dan pihak lain;
5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
Dengan kata lain tingkat kesehatan bank juga erat kaitannya dengan
pemenuhan peraturan perbankan (kepatuhan pada Bank Indonesia).
Berikut
adalah beberapa ketentuan kehati-hatian (prudential
banking) yang dapat penulis uraikan :
KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM (KPMM)
BPR diwajibkan
untuk memenuhi rasio KPMM (CAR) minimal 8% yang dihitung dari perbandingan
antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) komponen modal
terdiri atas modal inti dan modal pelengkap dimana modalpelengkap maksimum
sebesar 100% dari modal inti.
Modal
inti terdiri dari modal disetor, agio, dana setoran modal, modal sumbangan,
cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan (setelah diperhitungkan pajak),
laba tahun-tahun lalu (setelah diperhitungkan pajak) dan laba tahun berjalan
(sebesar 50% setelah taksiran pajak). Faktor pengurang pada modal inti berupa goodwill,
disagio, rugi tahun-tahun lalu dan rugi tahun berjalan.
Modal
pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, PPAP umum (maksimum
sebesar 1,25% dari ATMR), modal pinjaman (hybrid/quasi capital),
pinjaman subordinasi (maksimum sebesar 50% dari modal inti).
ATMR
terdiri dari aktiva neraca BPR yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko
yang melekat pada setiap pos aktiva.
BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)
BMPK adalah
batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh BANK
kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.
BMPK
untuk satu peminjam maupun satu kelompok peminjam yang tidak terkait dengan
BANK ditetapkan setinggi tingginya 20 % dari modal BANK. BMPK bagi pihak yang
terkait dengan BANK secara individu maupun secara keseluruhan ditetapkan
setinggi-tingginya sebesar 10% dari modal BANK.
Terhadap pelampauan BMPK, BANK
diwajibkan menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dan dikenakan
sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan sementara terhadap pelanggaran BMPK
dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan dan dapat dikenakan sanksi
pidana.
KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF
Aktiva
produktif adalah penanaman dana BANK dalam bentuk Kredit, SBI dan Penempatan
Dana Antar Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dimana pengurus BANK
wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar
kualitas Aktiva Produktif senantiasa Lancar.
Kualitas Aktiva Produktif dalam
bentuk Kredit ditetapkan dalam 4 golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet yang penilaiannya berdasarkan ketepatan membayar dan/atau
kemampuan membayar kewajiban oleh Debitur.
PENYISIHAN
PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP)
PPAP adalah penyisihan yang wajib
dibentuk oleh BPR untuk menutup risiko kerugian besarnya PPAP umum minimal
adalah 0,5% dari aktiva produktif yang digolongkan lancar (tidak termasuk SBI).
Besarnya PPAP khusus ditetapkan
minimal :
a. 10%
dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi dengan
nilai agunan;
b. 50%
dari Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai
agunan; dan
c. 100%
dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai
agunan.
Agunan yang dapat diperhitungkan
sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPAP adalah sebesar :
a. 100%
dari agunan yang bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank Indonesia, tabungan
dan deposito yang diblokir pada bank yang bersangkutan disertai dengan surat
kuasa pencairan, emas dan logam mulia;
b. 80%
dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah
bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) yang diikat dengan
hak tanggungan;
c. 60%
dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah
bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB), hak pakai tanpa
hak tanggungan;
d. 50%
dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan
berupa Surat Girik (letter C) yang dilampiri surat pemberitahuan pajak
terhutang (SPPT) terakhir; dan
e. 50%
dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti
kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang berlaku.
RESTRUKTURISASI
KREDIT
Restrukturisasi
Kredit dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran
pokok dan atau bunga kredit dan debitur yang memiliki prospek usaha yang baik
dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi.
BANK dilarang
melakukan Restrukturisasi Kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari
penurunan penggolongan kredit, peningkatan pembentukan PPAP dan, atau
penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual.
Kualitas Kredit yang
direstrukturisasi adalah maksimum Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum
direstrukturisasi memiliki kualitas Diragukan atau Macet dan tidak berubah,
untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Lancar atau
Kurang Lancar.
Kualitas Kredit yang
direstrukturisasi dapat menjadi Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga selama 3 kali periode pembayaran secara
berturut-turut dan apabila debitur tidak mampu memenuhi kondisi ini maka
kualitas kreditnya sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi
Kredit.
PENERAPAN PRINSIP MENGENAL
NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) YANG TELAH DIPERBAHARUI MENJADI
ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME
BANK wajib menerapkan dan mempunyai
kebijakan mengenai APU dan PPT dengan cara menetapkan prosedur penerimaan,
mengidentifikasi, memantau rekening dan transaksi serta manajemen risiko yang
berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
Terkait dengan pemantauan rekening
dan transaksi nasabah, BANK wajib memiliki sistem informasi/sistem pencatatan
yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan
secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah
serta melakukan pemantauan atas transaksi yang dilakukan oleh nasabah, termasuk
mengidentifikasi terjadinya transaksi keuangan mencurigakan.
BANK wajib menyampaikan laporan
transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi
Keuangan (PPATK) paling lambat 3 hari kerja setelah diketahui adanya unsur
transaksi keuangan mencurigakan.
Bank Indonesia melakukan penilaian
dan pengenaan sanksi atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain
terkait dengan Undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang.
B.7 ATURAN KESEHATAN BANK
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh bank Indonesia, menetapkan bahwa :
1. bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian;
2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada Bank,
3. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan
penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
4. Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan
bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas milik bank tersebut, serta wajib
memberikan bantuan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,
dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank tersebut;
5. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara
berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan
akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan
terhadap bank;
6. Bank wajib untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca,
perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya,
dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca dan laporan
laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik;
7. Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu
dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Peraturan kesehatan bank menekankan bahwa bank di Indonesia memiliki
kewajiban untuk melakukan aturan-aturan yang telah disebutkan diatas. Keadaan
bank yang tidak sehat akan merusak keadaan perbankan secara keseluruhan dan
mengurangi rasa kepercayaan masyarakat. Bank Indonesia sebagai bank sentral
mempunyai hak untuk selalu mengawasi jalannya kegiatan operasional bank dengan
mengetahui posisi keuangan perbankan agar keadaan perbankan di Indonesia dalam
keadaan sehat untuk senantiasa melakukan kegiatannya.
PELANGGARAN ATURAN KESEHATAN BANK
Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan
bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan
dasar agar bank bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja
perbankan secara umum. Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
1. pemegang saham menambah modal;
2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank;
3. Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang macet, dan meperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban;
6. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank
kepada pihak lain;
7. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan kewajiban bank kepada
bank atau pihak lain.
Apabila tindakan tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapi bank, dan atau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank
dapat membahayakan sistem perbankan, maka pimpinan Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank
dan membentuk tim likuditas. Apabila direksi bank tidak menyeleggarakan Rapat
Umum Pemegang Saham, maka pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan
untuk mengeluarkan penetapan yang berisikan pembubaran badan hukum bank tersebut,
penunjukan tim likuditas, dan perintah pelaksanaan likuditas sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KETENTUAN MENGENAI
TINGKAT KESEHATAN BANK
Tingkat
kesehatan BANK dinilai dengan
atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu BANK, yang meliputi aspek Permodalan, Kualitas Aktiva
Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas, (CAMEL) serta
mempertimbangkan faktor-faktor yang lain yang dapat menurunkan dan atau
menggugurkan TKS.
Dalam melakukan penilaian atas
tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif
atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu
bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan,
kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat
kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari
masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi
suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan
komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit
antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit
selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan
yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Tahap selanjutnya mengevaluasi
kembali dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara
materiil seperti pelanggaran dan atau pelampauan terhadap ketentuan BMPK,
pelanggaran ketentuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC), pelanggaran
ketentuan transparansi informasi produk BPR dan penggunaan data pribadi
nasabah.
Faktor-faktor yang dapat
menggugurkan penilaian tingkat kesehatan BANK menjadi Tidak Sehat yaitu
perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen BANK, window
dressing, praktek Bank dalam bank (Bank
in Bank), kesulitan keuangan, praktek perbankan lain yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha BANK.
Pertimbangan tersebut dapat
berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan
diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank,
yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
1. Latar belakang penerbitan POJK ini adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian tingkat kesehatan bank untuk menghadapi perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko yang dapat berasal dari bank maupun dari perusahaan anak bank. Selain itu, perubahan pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian Tingkat Kesehatan Bank sehingga diperlukan penyempurnaan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan pendekatan berdasarkan risiko (Risk-based Bank Rating).
2. Bank Umum Syariah wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank baik secara individual maupun konsolidasi, sementara Unit Usaha Syariah hanya wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi dilakukan bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak.
3. Periode penilaian dilakukan paling kurang setiap semester (untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan.
4. Faktor yang menjadi penilaian Tingkat Kesehatan Bank untuk Bank Umum Syariah adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance, Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital). Sedangkan, untuk Unit Usaha Syariah faktor yang menjadi penilaian Tingkat Kesehatan Bank hanya faktor Profil Risiko (risk profile).
5. Setiap faktor ditetapkan peringkatnya berdasarkan kerangka analisis yang komprehensif dan terstruktur.
6. Peringkat Komposit ditetapkan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap peringkat setiap faktor dengan memperhatikan materialitas dan signifikansi masing-masing faktor. Kategori Peringkat Komposit adalah Peringkat Komposit 1 sampai dengan Peringkat Komposit 5. Urutan Peringkat Komposit yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih sehat.
7. Dalam melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, mekanisme penetapan peringkat setiap faktor penilaian dan penetapan Peringkat Komposit serta pengkategorian peringkat setiap faktor penilaian dan peringkat komposit wajib mengacu pada mekanisme
penetapan dan
pengkategorian peringkat Bank secara individual.
8. Dalam hal terdapat perbedaan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan hasil self assessment penilaian Tingkat Kesehatan Bank, Otoritas Jasa Keuangan wajib melakukan prudential meeting dengan bank.
9. Apabila setelah melakukan prudential meeting masih terdapat perbedaan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank maka yang berlaku adalah hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
10. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam hal berdasarkan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan/atau self assesment oleh Bank terdapat:
a. Peringkat
faktor Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau peringkat
5;
b. Peringkat
Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau
peringkat 5; dan/atau
c. Peringkat
Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 3, namun
terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak mengganggu
kelangsungan usaha Bank.
11. Waktu penyampaian self assesment Tingkat Kesehatan Bank:
a. untuk penilaian
Tingkat Kesehatan Bank secara individual, paling lambat pada tanggal 31 Juli
untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31
Januari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember; dan
b. untuk penilaian
Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, paling lambat pada tanggal 15
Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan
tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan
Desember.
12. Waktu penyampaian rencana tindak (action plan) Tingkat Kesehatan Bank:
a. sesuai batas
waktu tertentu yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan, untuk action
plan yang merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian Tingkat
Kesehatan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan;
b. paling lambat
pada tanggal 15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir
bulan Juni dan tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank
posisi akhir bulan Desember, untuk action plan yang merupakan
tindak lanjut dari penilaian Tingkat Kesehatan Bank berdasarkan hasil self
assessment Bank.
13. Dalam rangka persiapan penerapan secara efektif, Bank wajib melaksanakan uji coba penilaian Tingkat Kesehatan Bank untuk posisi bulan Maret 2014.
14. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini secara efektif dilaksanakan sejak tanggal 1 Juli 2014 untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi bulan Juni 2014.
Frequently
Asked Question (FAQ)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
1. Apakah latar belakang penerbitan POJK ini?
Latar belakang penerbitan POJK ini adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian tingkat kesehatan bank untuk menghadapi perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko yang dapat berasal dari bank maupun dari perusahaan anak bank. Selain itu, perubahan pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian Tingkat Kesehatan Bank sehingga diperlukan penyempurnaan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan pendekatan berdasarkan risiko (Risk-based Bank
Rating).
2. Bagaimana periode penilaian Tingkat Kesehatan Bank?
Periode penilaian dilakukan paling kurang setiap semester (untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan.
3. Faktor apa saja yang menjadi penilaian Tingkat Kesehatan Bank?
Faktor yang menjadi penilaian Tingkat Kesehatan Bank untuk Bank Umum Syariah adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance, Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital). Sedangkan, untuk Unit Usaha Syariah faktor yang menjadi penilaian Tingkat Kesehatan Bank hanya faktor Profil Risiko (risk profile).
4. Berdasarkan PBI No.13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Bank wajib menyampaikan laporan Profil Risiko secara triwulanan. Apakah dengan adanya kewajiban menyampaikan laporan Profil Risiko secara semesteran yang merupakan bagian dari hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank maka Bank tidak perlu lagi menyampaikan laporan Profil Risiko triwulanan tersebut untuk posisi bulan Juni dan Desember?
Bank tetap wajib menyampaikan laporan Profil Risiko secara triwulanan untuk posisi bulan Juni dan Desember. Berdasarkan PBI No.13/23/PBI/2011, Bank wajib menyampaikan laporan Profil Risiko triwulanan paling lama 15 hari kerja setelah akhir bulan laporan. Sementara berdasarkan POJK ini, Bank wajib menyampaikan laporan Profil Risiko yang merupakan bagian dari hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank paling lama 1 bulan setelah akhir bulan laporan.
5. Apakah Bank
tetap wajib menyampaikan hasil penilaian secara konsolidasi walaupun
tidak memiliki Perusahaan Anak?
Tidak, kewajiban penyampaian hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi hanya berlaku bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak.
6. Apakah definisi perusahaan anak yang wajib diperhitungkan dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi?
Page 31
Perusahaan Anak adalah perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak. Pada saat ini, ketentuan yang berlaku mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak adalah PBI No.8/6/PBI/2006. Berdasarkan PBI tersebut, definisi perusahaan anak adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan,
yang terdiri dari:
a. Perusahaan
Subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan
Bank lebih dari 50% (lima puluh perseratus);
b. Perusahaan Partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% (lima puluh perseratus) atau kurang, namun Bank memiliki pengendalian terhadap perusahaan;
b. Perusahaan Partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% (lima puluh perseratus) atau kurang, namun Bank memiliki pengendalian terhadap perusahaan;
c. Perusahaan
dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan 50%
(lima puluh perseratus) yang memenuhi persyaratan yaitu:
i. kepemilikan
Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak adalah masing-masing sama
besar; dan
ii. masing-masing
pemilik melakukan Pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak;
d. Entitas lain
yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku wajib
dikonsolidasikan.
Untuk mengurangi potensi kegagalan usaha sebagai akibat dari
konsentrasi penyediaan dana, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, al
dengan melakukan penyebaran dan diversifikasi portofolio penyediaan dana
terutama kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait sebesar
persentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan BMPK (Batas
Maksimum Pemberian Kredit).
Mengingat terdapat hubungan yang signifikan antara kegagalan usaha
bank dengan konsentrasi penyediaan dana, maka bank dilarang untuk memberikan
penyediaan dana yang mengakibatkan PELANGGARAN BMPK. Disamping larangan dan
pembatasan persentase tertentu dari permodalan, bank diwajibkan pula menerapkan
manajemen risiko kredit yang lebih prudent kepada pihak terkait maupun peminjam
atau kelompok peminjam yang memiliki eksposur besar (large exposure).
Hal utama dalam pengaturan BMPK adalah :
1. Penyediaan Dana kepada PIHAK TERKAIT ditetapkan maksimum 10% dari modal bank
2. Penyediaan dana kepada satu peminjam yang BUKAN PIHAK TERKAIT maksimum 20% dari modal bank.
3. Penyediaan dana kepada satu kelompok pemimjam yang BUKAN PIHAK TERKAIT maksimum 25% dari modal bank.
Secara operasional, mengingat bank dipengaruhi pula faktor
eksternal, maka penyediaan dana dapat dikatakan tidak melanggar namun MELAMPAUI
batas maksimumnya apabila disebabkan adanya penurunan modal bank, perubahan
nilai tukar dan perubahan nilai wajar.
Mengingat peranan dalam perekonomian nasional khususnya sebagai
lembaga intermediasi, maka meski terdapat pembatasan dalam penyediaan dananya,
bank tetap perlu didorong untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui langkah2
penyaluran dana kepada sektor riil dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian. Untuk itu, penyediaan dana tertentu diberikan kelonggaran atau
pengecualian dalam penerapan BMPK, antara lain : penyediaan dana kepada BUMN
yang bidang usahanya mempengaruhi hajat hidup orang banyak termasuk pembangunan
infrastruktur, penyediaan dana yang dijamin oleh prime bank dan lembaga
pembangunan multilateral, serta penyediaan dana kepada nasabah dengan pola
kemitraan inti-plasma. Disamping itu, sejalan dengan upaya konsolidasi
perbankan, penyertaan modal kepada bank lain dapat tidak diperhitungkan dalam BMPK.
Ditulis Oleh : faisalsaleh
Terimakasih atas kunjungan Kamu Karena telah Mau membaca artikel Kesehatan Bank. Tapi Kurang Lengkap Rasanya Jika Kunjunganmu di Blog ini Tanpa Meninggalkan Komentar, untuk Itu Silahkan Berikan Kritik dan saran Pada Kotak Komentar di bawah. Kamu boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikelKesehatan Bank ini jika memang bermanfaat bagi kamu, tapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih.
0 komentar:
Post a Comment