BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jauh sebelum dikeluarkannya undang-undang perbankkan syariah yang mengadung aturan tentang aktifititas perbankan syariah, penerapan syariah islam dalam hukum positif di indonesia sebenarnya telah mendapatkan tempat yang cukup signifikan, hal ini setidaknya terlihatdari dua hal, yaitu :
1. Kontitusi indonesia telah memberikan jaminan kemerdekaan bagi setiap penduduk untuk memeluk dan beribadah meurut agamanya masing-masing sebagaimana tencamtum dalam Undang-Undang Dasar Replublik Indonesia Tahun 1945 pasal 29 ayat 2. Pengertian beribadah dalam pasal ini, menurut pandangan islam, tidak hanya mencakup hubungan antara manusia dengan tuhannya (ibadah madhah), tetapi juga mencakup hubungan antara sesama manusia (muamalah), termasuk aktifitas ekonomi.
2. KUH Perdata pasal 1338 menyatakan bahwa setiap yang di buat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang berbuat dan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang di tentuksn oleh undang-undang.
Penerapan hukum syariah dalam konteks hukum positif tersebut juga dapat diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Sebagaimana umumnya, setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah,terutama yang berbentuk pemberian fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu surat perjanjian. Berkaitan dengan hal ini, para pihak yang melakukan hubungan hukum, yaitu bank syariah dan nasabah, dapat memasukkan aspek-aspek syariah dalam konteks hukum positif di indonesia sesuai dengan keinginan yang kedua belah pihak. Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak ini harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, baik menurut syariah maupun KUH Perdata Pasal 1320, yaitu :
1. Kesepakatan mereka yang mengikat mengikat diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Mengenai suatu pokok perjanjian tertentu.
4. Mengenai suatu sebab yang tidak dilarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perancangan perjanjian pembiayaan pada bank syariah ?
2. Bagaimana prosedur perancangan perjanjian pembiayaan pada Bank Syariah ?
3. Bagaimana teori perancangan pembiayaan pada bank syariah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan dan menganalisis perancangan pembiayaan pada bank syariah
2. Untuk menjelaskan prosedur perancangan pembiayaan pada bank syariah.
3. Untuk menjelaskan teori perancangan pembiayaan pada dank syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan Hukum Antara Bank Syariah dan Nasabah
Penerapan hukum syariah dalam konteks hukum positif tersebut juga dapat diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Sebagaiamana umumnya, setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah, terutama yang bebentuk pemberian fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu surat perjanjian. Berkaitan dengan hal ini maka dapat dimasukkan aspek-aspek syariah dalam konteks hukum positif indonesia sesuai dengan keinginan kedua belah pihak. Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak ini harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, baik menurut syariah maupun KUH Perdana Pasal 1320, yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Mengenai suatu pokok perjanjian tertentu.
4. Mengenai suatu sebab yang tidak dilarang.
Dengan kata lain, jika bank syariah dan nasabah membuat perjanjian yang berbentuk formal didasarkan pada pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata, tapi isi, materi, atau subtansinya didasarkan atas ketentuan syariah, maka perjanjian tersebut dapat dikatakan sah, baik dilihat dari sisi hukum nasional maupun dari sisi syariah.
Pada praktiknya, penyusunan suatu perjanjian antara bank syariah dengan nasabah, dari sisi hukum positif, selain mengacu kepada KUH perdata, juga harus merujuk kepada UU no. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU no. 7 tahun 1992 tentang perbankan, sedangkan, dari sisi syariah pada pihak tersebut berpedoman kepada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
B. Pembiayaan Syariah Dalam Perspektif Legal Formal
Dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tetang perubahan undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, tidak terdapat perbedaan definisi yang signifikan antara kredit dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kredit didefinisikan sebagai:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Sedangkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah didefinisikan sebagai:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dipersembahkan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
Kedua definisi tersebut hanya dibedakan pada kata kredit diganti dengan kata pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, kata pinjam-meminjam dihilangkan, kata peminjam untuk melunasi utangnya diganti dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut dan akhirnya kata bunga diganti dengan imbalan atau bagi hasil.
C. Antara Akad dan Perjanjian
Didalam perspektif hukum positif(legal level), akad sama dengan perjanjian. Tetapi berbeda dengan perspektif syariah, pada sharia level akad tidak berarti selalu perjanjian. Suatu akad baru dapat dikatakan sebagai perjanjian jika dan hanya jika kesempatan antara bank syariah dengan nasabah terjadi ketika kualitas, kuantitas dan harga objek transaksi serta waktu penyerahan telah diketahui. Sementara itu, dalam hal pembiayaan yang berbentuk line facility, syariah memandang perjanjian tersebut bukan termasuk akad, melainkan hanya berbentuk wa’ad(promise). Dalam konteks ini, akad baru akan terjadi pada setiap saat dropping pembiayaan yang diwujudkan dalam bentuk SPRP dari nasabah dan dijawab oleh bank dalam bentuk surat persetujuan pencairan pembiayaan.
Dengan kata lain, dalam sharia level, akad tidak selalu berwujud surat perjanjian melainkan juga bisa berbentuk surat dokumen pencairan. Begitu pula halnya dengan surat perjanjian, ia bisa mencerminkan suatu akad, bisa pula hanya mencerminkan sebuah wa’ad(promise). Istilah hukum yang sama dapat mempunyai dua arti yang berbeda, tergantung dari perspektif level apa yang digunakan.
Perbandingan antara akad dan perjanjian dalam perspektif syariah dan hukum positif:
Hukum syariah Hukum positif
Wa’ad 1. Memorandum of understanding(MoU)
Perjanjian kerjasama antara bank dengan dealer.
2. Perjanjian Line facility(revalving facility)
Akad Akad perjanjian Line facility plus perjanjian pada setian kali dropping yang ditandai dengan surat permohonan realisasi pembiayaan dari nasabah dan dijawaboleh bank dalam bentuk surat persetujuan pencairan pembiayaan.
D. Pedoman Umum Penyusunan Suatu Kontrak Perjanjian
Langkah-langkah penyusunan serta bentuk fomal surat perjanjian bank syariah tidak jauh berbeda dengan surat perjanjian lainnya. Secara umum membuat surat kontrak perjanjian terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pihak yaitu sebagai:
1. Penguasaan atas aspek bisnis dari kontrak.
2. Identifikasi pihak-pihak dalam kontrak.
3. Pengenalan karakterisitik pihak-pihak dalam kontrak.
4. Penguasaan regulasi.
5. Penggunaan tenaga lain.
Setelah mengetahui dan memahami beberapa hal yang terkait sebelum membuat suatu kontrak, langkah selanjutnya adalah para pihak melakukan beberapa tahap pembuatan kontrak, yaitu:
1. Kesepakatan para pihak.
2. Negoisasi rancangan kontrak.
3. Penandatanganan kontrak.
4. Sengketa kontrak(bila ada).
E. Fatwa dan Penafsiran Implementatifnya Dalam Regulasi
Salah satu penyebab munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara satu bank syariah dengan bank syariah lain adalah perbedaan antara ketentuan-ketentuan yang ada dalam Fatwa DSN-MUI dengan yang ada dalam regulasi Bank Indonesia.
Berikut ini adalah gambaran ketentuan-ketentuan yang ada dalam fatwa DSN-MUI dan aplikasinya dalam bentuk regulasi BI.
1. Kredit VS Pembiayaan
a. Kredit (UU Perbankan No.10/1998)
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihk peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
b. Pembiayaan (UU Perbankan Syariah No. 21/2008)
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna.
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qard.
2. Pembiayaan
a. Pembiayaan Murabahah
1) Definisi:
· Fatwa DSN/MUI
Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
· PBI & SEBI
Pembiayaan murabahah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah. (PBI 10/16/PBI/2008)
2) Landasan Hukum
· Fatwa DSN/MUI
1. No. 04/DSN-MUI/IV/2000, Tanggal 1 April 2000, tentang Murabahah.
2. No. 13/DSN-MUI/IX/2000, Tanggal 16 September 2000, tentang Uang Muka dalam Murabahah,
3. No. 16/DSN-MUI/IX/2000, Tanggal 16 September 2000, tentang Diskon dalam Murabahah.
4. No. 17/DSN-MUI/IX/2000, Tanggal 16 September 2000, tentang sanksi atas Nasabah mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.
5. No. 43/DSN-MUI/VIII/2004, Tanggal 11 Agustus 2004, tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
· PBI & SEBI
1. PBI 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpun Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
2. PBI 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007
3. SEBI 14/10/DPbs tanggal 17 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
b. Pembiayaan Istishna’
1) Definisi
· Fatwa DSN/MUI
Istishna’ adalah jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). (Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000)
· PBI & SEBI
Pembiayaan Istishna adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi jual beli dalam bentuk piutang istishna. (PBI 10/16/PBI/2008)
2) Landasan Hukum
· Fatwa DSN/MUI
1. No. 05/DSN-MUI/IV/2000 Tanggung 4 April 2000 tentang jual beli saham.
2. No. 06/DSN-MUI/IV/2000 Tanggung 4 April 2000 tentang jual beli istishna.
3. No. 22/DSN-MUI/IV/2002 Tanggung 28Maret 2002 tentang jual beli istishna paralel..
4. No. 17/DSN-MUI/IX/2000 Tanggung 16September 2000 tentang saksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
5. No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tanggung 11Agustus 2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
· PBI & SEBI
1. PBI 9/19/PBI/2007 tentang pelaksaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
2. PBI 10/16/PBI/2008 tentang perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007.
3. SEBI 14/10/DPbs tanggal 17 Maret 2008 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan menghimpun dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
c. Pembiayaan Ijarah
1) Definisi
· Fatwa DSN-MUI
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikiuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. (Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000)
· PBI & SEBI
Pembiayaan ijarah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah. (PBI 10/16/PBI/2008)
2) Landasan Hukum
· Fatwa DSN-MUI
1. No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 tentang Pembiayaan ijarah.
2. No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000 tentang Sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
3. No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tanggal 11 Agustus 2004 tentang ganti rugi (Ta’awidh).
· PBI & SEBI
1. PBI 9/19/PBI/2007 tentang pelaksaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
2. PBI 10/16/PBI/2008 tentang perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007.
3. SEBI 14/10/DPbs tanggal 17 Maret 2008 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan menghimpun dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
d. Pembiayaan IMBT
1) Definisi
· Pembiayaan IMBT menurut fatwa DSN no.27/DSN-MUI/III/2002 adalah perjanjian sewa menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
· Menurut PBI 10/16/PBI/2008 adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi sewa beli dalam bentuk ijarah muntahia bit tamlik.
2) Landasan Hukum
· fatwa DSN-MUI
1. No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 april 2000, tentang pembiayaan ijarah.
2. No. 27/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 maret 2002, tentang al ijarah al muntahiyah bi al tamlik.
3. No. 56/DSN-MUI/V/2007 tanggal 30 mei 2007, tentang ketentuan review ujrah pada lembaga keuangan syariah.
4. No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 september 2000, tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
5. No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tanggal 11 agustus 2004, tentang al tentang ganti rugi.
· Landasan PBI & SEBI
1. PBI 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunaan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
2. PBI 10/16/PBI/2008 tentang perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007.
3. SEBI 14/10/Dpbs tanggal 17 maret 2008 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatannya penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
e. Pembiayaan Mudharabah
1) Definisi
· Mudharabah menurut fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 adalah akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua bertindak selaku pengelola, dana keuntungan usaha bagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
· Menurut PBI & SEBI mudharabah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah.
2) Landasan Hukum
· Fatwa DSN
1. No.07/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 4 april 2000 tentang pembiayaan mudharabah.
2. No.17/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 september 2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
3. No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tanggal 11 agustus 2004 tentang ganti rugi.
· PBI & SEBI
1. PBI 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
2. PBI 10/16/PBI/2008 tentang perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007.
3. SEBI 14/10/DPbs tanggal 17 Maret 2008 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
f. Pembiayaan Musyarakah
1) Definisi
· Pembiayaan musyarakah menurut fatwa DSN no.08/DSN-MUI/IV/2000 adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa resiko akan ditanggung bersama sesuai deengan kesepakatan.
· Menurut PBI & SEBIadalah penyediaan dana atau tagihan penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil.
2) Landasan Hukum
· Fatwa
1. No. 08/DSN-MUI/VI/2000 tanggal 13 april 2000, tentang pembiayaan musyarakah.
2. No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 september 2000, tentang sanski atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
3. No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tanggal 11 agustus 2004, tentang ganti rugi.
· Landasan PBI & SEBI
1. PBI 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penyimpanan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah .
2. PBI 10/16/PBI/2008 tentang perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007.
3. SEBI 14/10/DPbs tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penyimpanan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah, terutama yang berbentuk pemberian fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu surat perjanjian. Asas kebebasan berkontrak ini harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, baik menurut syariah maupun KUH Perdana Pasal 1320, yaitu:Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Mengenai suatu pokok perjanjian tertentu, Mengenai suatu sebab yang tidak dilarang.
Terdapat fatwa dan penafsiran di implementatifnya Dalam Regulasi yang menjadi salah satu penyebab munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara satu bank syariah dengan bank syariah lain adalah perbedaan antara ketentuan-ketentuan yang ada dalam Fatwa DSN-MUI dengan yang ada dalam regulasi Bank Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh Dan Keuangan, (Jakarta : Raja Grafindo, 2004),
H. Zainudin ali, Hukum Perbankan Syariah,(Jakarta: sinar Grafika, 2008)
www. manajemen_ perbankan_islam. perencanaan_pembiayaan_ pada_bank _syariah. Html
http://salehfaisal.blogspot.com/ »
mbs
» PERENCANAAN PEMBIYAYAAN BANK SYARIAH
PERENCANAAN PEMBIYAYAAN BANK SYARIAH
Diposkan oleh
faisalsaleh
Wednesday, July 11, 2018
Terimakasih atas kunjungan Kamu Karena telah Mau membaca artikel PERENCANAAN PEMBIYAYAAN BANK SYARIAH. Tapi Kurang Lengkap Rasanya Jika Kunjunganmu di Blog ini Tanpa Meninggalkan Komentar, untuk Itu Silahkan Berikan Kritik dan saran Pada Kotak Komentar di bawah. Kamu boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikelPERENCANAAN PEMBIYAYAAN BANK SYARIAH ini jika memang bermanfaat bagi kamu, tapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 komentar:
Casino Finder (Google Play) Reviews & Demos - Go
Check Casino Finder (Google gri-go.com Play). A look at some wooricasinos.info of the best gambling sites in 메이저 토토 사이트 the world. งานออนไลน์ They offer a https://septcasino.com/review/merit-casino/ full game library,
Post a Comment