DISTRIBUSI
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi 2
Dosen Pengampu
;
Oleh :
Tri Wulandari 1289524
Faisal Saleh 1287774
Lutfiah Nurohmah 12
Nama 4 12
Jurusan Syari’ah
Program Study
Ekonomi Syari’ah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) METRO LAMPUNG
1435 H/ 2014 M
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas kelompok Tafsir ayat ekonomi islam 2 yang membahas tentang Tafsir Ayat Distribusi.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah Sejarah
Peradaban Islam ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, kerabat atau teman-teman kami dan Bpk......
Selaku Dosen mata kuliah Tafsir Ayat Ekomi 2, sehingga kendala-kendala yang
kami hadapi teratasi. Oleh karenanya penulis mengucapkan trimaksih kepada Bpk.....
selaku dosen mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi 2, Teman-Teman yang telah
membantu dalam penulisan maklah ini sehingganya
makalah ini dapat selesai. Tak kalah pentingnya, Rasa sayang dan terimaksaih
Penulis haturkan kepada Ayahabda dan ibunda yang senantiasa mendo’akan dan
memberikan dukungannya.
Kritik dan saran demi perbaikan makalah ini sangat diharapkan dan akan
diterima dengan kelapangan dada. Dan akhirnya semoga materi ini dapat
bermanfaat dan menjadi bahan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Metro, 2 Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL...................................................................................... i
KATA
PENGANTAR...................................................................................
ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan
masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
1. Pengertian Distribusi Dalam Islam.................................................... 3
2. Gambaran umum misi : nabi muhammad
SAW ............................
3. Peradaban mekah dan perdaban
ekonomi yang di bangun........... 3
4. Perdaban madinah dan perdaban
Ekonomi yang di bngun .........
5. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pada Masa Rasulullah Saw
A. Kebijakan fiskal ..................................................................... 5
B. Unsur-unsur kebijakan islam...............................................
5
1). Sistem Ekonomi.................................................................
5
2). Sistem Keuangan Dan Pajak...........................................
6
3). Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara.............. 8
4). Baitul Mal........................................................................... 10
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 12
B. Saran
................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Distribusi pedapatan merupakan masalah yang sangat
rumit, singga saat ini masih sering dijadikan bahn perdebatan antara ahli
ekonomi. System ekonomi kapitalis memandang seseorng individu dapat secara
bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan (pendapatan) dengan menggunakan
kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi
harta yang dimiliki. Sementara system ekonomi sosialis berpendapat bahwa
kebebasan secara mutlak dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu hak
individu atas harta harus dihapuskan dan wewenang dialihkan kepada Negara
sehingga pemerataan dapat diwujudkan.
Kedua system ekonomi tersebut ternyata belum dapat
memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah penditribusian dalam
masyarakat. Untuk itu islam menjelaskan pada surat Al-Hasyr: 22, Adz-Dzariyat:
19, Ath-Thalaq: 7, Al-Ma’arij: 24-25, At-Taubah: 103. Yang akan dibahas oleh
kelompok kami.
B. Rumusan Masalah
a.
Jelaskan pengertian Distribusi dalam
Islam?
b.
Bagaimana penafsiran dan kandungan
ayat-ayat yang terkandung dalam Distribusi?
C. Tujuan Masalah
a.
Untuk mengetahui pengertian Distribusi
dalam Islam.
b.
Untuk mengetahui Tafsir dan kandungan
ayat yang terkait dalam Distribusi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Distribusi dalam Islam
Pengertian
distribusi menurut kamus besar bahasa indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman)
kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan
sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai
negeri, penduduk, dsb.[1]
Sedangkan distrbusi menurut para ahli ekonomi antara lain:
a.
Menurut Winardi (1989:299) Saluran distribusi merupakan suatu kelompok
perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan
produk-produk kepada pembeli.
b.
Menurut Warren J. Keegan (2003) Saluran
Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang
tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri.
c.
Menurut Assauri (1990: 3) Saluran
distribusi merupakan lembaga-lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang
atau jasa dari produsen ke konsumen.
d.
Menurut Kotler (1991 : 279) Saluran
distribusi adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak
pemilikan atas produk atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa
ketika akan dipindahkan dari produsen ke konsumen.
e.
Sedangkan Philip Kotler (1997:140)
Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan
terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk
digunakan atau dikonsumsi.[2]
Dari pangertian tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa distribusi merupakan proses penyaluran hasil produksi berupa barang dan
jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia, baik primer
maupun sekunder.
System
ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal pendistribusian harus
berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan.
Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh
nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang
menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak
tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu
dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara
individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat
lainnya.
Keberadilan
dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-qur’an agar supaya
harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar
diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi
kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (59:7).
Dalam
system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara
menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national
income) adalah teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi
salah satu produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola
distribusi kekayaan secara tidak adil Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan
karena tidak ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya
distribusi makanan (Ismail Yusanto). Mustafa E Nasution pun menjelaskan bahwa
berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi
kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian
pendapatan di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebih-lebih lagi
keadaan perekonomian di negara-negara Islam.
B.
Surat
Yang Berkaitan dengan Distribusi
a. Q.S. Al-Hasyr : 22
هُوَ
ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِۖ
هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ٢٢
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang
mengetahui yang ghaib dan yang
nyata, Dia-lah
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Hasyr : 22)
b.
Q.S. Adz-Dzariyaat : 19
وَفِيٓ
أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ١٩
Dan
pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian. (Q.S. Adz-Dzariyaat : 19)
c. Q.S. At-Thalaq : 7
لِيُنفِقۡ
ذُو سَعَةٖ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ
ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ
سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا ٧
Hendaklah orang
yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan
rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah
berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
(Q.S. At-Thalaaq : 7)
d.
Q.S. Al-Ma’arij : 24-25
وَٱلَّذِينَ فِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ
مَّعۡلُومٞ ٢٤ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ٢٥
Dan orang-orang
yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Q.S. Al-Ma’arij
: 24-25)
e.
Q.S. At – Taubah : 103
خُذۡ
مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣
Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(Q.S. At-Taubah : 103)
C. Sebab Turunnya Ayat
a. QS. Al-Hasyr: 22
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa surah ini
turun pada waktu perang bani nadlir. (Diriwayatkan oleh AL-Bukhari yang
bersumber dari ibn ‘Ab-bas)
b. QS. Adz-Dzaariyaat : 19
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rosulullah SAW
mengirim pasukan bersenjata. Mereka mendapat kemenangan dan ghanimah. Setelah
selesai peperangan datanglah orang-orang miskin meminta bagian maka turunlah
ayat ini sebagai penegasan bahwa pada harta ghanimah terdapat bagian kaum fakir
miskin. (Diriwayatkan oleh Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim, yang bersumpah dari
al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyyah).[3]
c. QS. At-Taubah : 103
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abu Lubabah
bersama kedua temannya, setelah dilepaskan dari tiang-tiang, datang menghadap
Rasulullah saw. Dengan membawa harta bendanya, seraya berkata :”ya Rasulullah!
Ini adalah harta benda kami, sedekahkanlah atas nama kami, dan mintalah ampunan
bagi kami.” Rasulullah saw menjawab, “ aku tidak diperintah untuk menerima
harta sedikit pun.” Maka turunlah QS. At-Taubah : 103, yang memerintahkan untuk
menerima sedekah mereka dan mendoakan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘ali bin abi
thalhar yang bersumber dari ibnu ‘abbas. Diriwayat lain dikemukakan bahwa ayat
ini (QS. At-Taubah ; 103) turun berkenaan dengan tujuh orang (yang meninggalkan
diri, tidak mengikuti Rasulullah SAW ke perang Tabuk). Empat orang diantaranya
mengikat dirinya masing-masing di tiang-taiang, yaitu: Abu Lubabah, Mirdas, Aus
bin Khudzam, dan Tsa’labah bin wadi’ah. (HR. Abdillah dari Qatadah).[4]
D. Tafsir Mufradat dan Kandungan Ayat
a.
Surat
Al-Hasyr ayat 22
Ayat
ini menjelaskan bahwa Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, dan setiap orang
yang menyembah selain Dia seperti tumbuh-tumbuhan, batu, berhala, atau raja
adalah batal. Allah Maha mengetahui segala sesuatu yang tampak di jagat raya
baik yang tampak maupun tidak tampak, serta tidak ada satu yang di langit dan
di bumi ini yang lepas dari pengetahuan Tuhan. Allah memiliki Rahmat yang amat
luas yang menjangkau seluruh Ciptaan-Nya. Allah Maha Pengasih di dunia dan akhirat
serta pada keduanya.[5]
Ayat
ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia” yakni Dia yang menurunkan Al-Quran dan yang
disebut-sebut pada ayaty-ayat yang lalu Dia, Allah Yang tiada Tuhan yang berhak
disembah, serta tiada Pencipta dan Pengendali alam raya selain Dia, Dia Maha
Mengetahui yang ghaib baik yang nisbiy/relatif maupun yang mutlak dan yang
nyata, Dia-lah saja ar-Rahman Pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk
seluruh makhlukdalam pentas kehidupandunia ini lagi ar-Rahim pencurah rahmat
yang abadi bagi orang-orang beriman di akhirat nanti.[6]
Kata
(Huwa) yang mendahului ar-Rahman ar-Rahim berfungsi mengkhususkan kedua sifat
itu dalam pengertiannya yang sempurna hanya untuk Allah SWT. Kata (Huwa)
sepintas tidak diperlukan lagi karena telah menunjuk kepada Allah. Tetapi ini
agaknya untuk menggambarkan semua sifat-sifat-Nya.sebelum menyebut sifat-sifat
tertentu, karena kata Allah menunjukkan kepada Dzat yang wajib wujud-Nya itu
dengan sifat-Nya, baik sifat Dzat maupun sifat fi’il.[7]
"Dia adalah Maha Murah, Maha Penyayang."
(ujung ayat 22).
Ar-Rahmaan
kita artikan Pemurah.. Ar-Rahiim kita artikan Penyayang. Hasil jipratan dari
sifat Rahman dan sifat Rahim itu ialah Rahmat. Rahmat itu pun diartikan juga
kasih-sayang! Kasih-sayang Allah itu nampak di mana saja, apabila saja!
Kemurahan
dan kasih-sayang Ilahi itulah yang kita lihat di mana-mana dan Kasih-sayang
serta kemurahan Tuhan itulah yang menyebabkan hidup kita sesuai dalam bumi ini.
Kita diberi kemudahan dan penyelenggaraan. Segala sesuatu di atas bumi ini
dapat kita memanfaatkan. Bahkan pertalian di antara satu bintang dengan bintang
yang lain, pertalian antara bumi dengan bulan, matahari dengan bintang-bintang
satelitnya, semuanya berjalan dalam lindungan kasih-sayang dan kemurahan Tuhan.
b.
Surat
Adz-Dzariyat ayat 19
Banyak
sekali pendapat ulama mengenai makna (المحروم) tetapi sebagian diantaranya
merupakan cotoh-contoh dari orang-orang yang wajar dinamai mahrum. Konon
asy-sya’bi salah seorang yang hidup pada masa sahabat Nabi saw, pernah berkata:
“Telah berlalu usiaku sebanyak tujuh puluh tahun sejak aku dewasa, aku belum
memahami apa yang dimaksud dengan al-mahrum”.[8]
Tapi ada salah satu sumber yang menyatakan
bahwa kosakata dari ayat tersebut adalah (المحروم) maknanya berkisar pada arti
al-man’atau tercegah, terhalangi dan lain sebagainya. Sebagian ahli tafsir
mengartikannya sebagai orang yang menjaga diri dari meminta-minta, padahal
dirinya dalam kekurangn. Sebagian lagi mengartikannya dengan orang yang terkena
malapetaka terhadap tanamannya atau hewanya.
Ayat
ini menerangkan bahwa disamping mereka melaksanakan sholat wajib dan sunnah,
mereka juga selalu megeluarkan infaq fi sabilillah deangan cara mengeluarkan
zakat atau sumbangan derma atau songkongan sukarela karena mereka memandang
bahwa pada harta-harta mereka itu ada hak fakir miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak meminta bagian karena merasa malu untuk meminta.
Selain
itu juga diperkuat dengan Allah berfirman bahwa, “dan harta-harta mereka ada
hak” yaitu bagian yang dipisahkan dan dikhususkan untuk orang yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapatkan bagian. Adapun orang yang meminta-minta
itu, maka sudah diketahui, yaitu orang yang memulai upayanya dengan jalan
meminta-minta dan orang yang seperti itu ada haknya.
Adapun yang dimaksud dengan orang miskin yang tidak
mendapatkan bagian, maka Ibnu Abbas r.a dan yang lainnya mengatakan, “dia
adalah orang yang bernasib buruk yang tidak mendapatkan bagian dalam islam,
yaitu tidak mendapatkan dari baitul mal, dia tidak mempunyai usaha dan keahlian
yang dapat dijadikan pegangan untuk kehidupan sehari-hari”.[9]
Kaitan
Ayat Dengan Tema
Bahwa kita diciptakan harus bisa saling
mengerti, dalam artian meskipun kita sudah mempunyai harta yang banyak karena
bisa bekerja dan bisa menghasilkan suatu karya, maka jangan lupa dengan
orang-orang yang ada disekitar kita. Terutama orang-orang yang membutuhkan.
Karena setiap harta yang kita miliki pasti ada harta mereka. Dan kita harus
bisa mendistribusikan dengan baikmelalui zakat, infaq dll.
c.
Surat
At- Thalaq ayat 7
Ayat di atas menjelaskan prinsip umum yang mencakup
penyusunan dan sebagainya sekaligus menengahi kedua pihak dengn menyatakan
bahwa :Hendaklah yang lapang yakni mampu dan memiliki banyak rezeki memberi
nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari yakni sebatas kadar kemampuannya dan
dengan demikian hendaknya ia memberi sehingga anak dan istrinya itu memiliki
pula kelapangan dan keluasan berbelanja dan siapa yang disempitkan rezekinya
yakni terbatas penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya.
Jangan sampai dia memaksakan diri untuk nafkah
itu dengan mencari rezeki dari sumber yang tidak direstui Allah. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai apa yang Allah berikan
kepadanya. Karena itu janganlah wahai istri menuntut terlalu banyak dan
pertimbangkanlah keadaan suami dan bekas suami kamu. Di sisi lain hendaklah
semua pihak selalu optimis dan mengharap kiranya Allah memberinya kelapangan
karena Allah karena akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
Sa
yaj’alu Allah ba’da ‘usrin yusran “Allah akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan ada ulama yang memahaminya sebagai janji yang pasti terlaksana.
Al-Biqa’i mengomentari penggalan ayat ini bahwa: “Karena itu tidak ada
seseorang yang terus-menerus sepanjang usianya dalam seluruh keadaannya hidup
dalam kesempitan.” Ada lagi yang menyatakan bahwa ayat ini ditunjukan kepada
kaum muslimin pada masa Nabi SAW. Di mana kelapangan rezeki telah mereka
dapatkan dengan kemenangan-kemenangan yang ereka raih dalam peperangan dan yang
menghasilkan harta rampasan serta lahan pertanian.
Menurut
Thabathaba’i penggalan ayat itu berarti: “Allah akan mempermudah baginya
kesulitan yang dihadapinya atau mempermudah baginya persoalan dunia dan
akhirat, kalau bukan berupa kelapangan di dunia maka ganti yang baik di akhirat
kelak.”[10]
d. Surat Al-Ma’arij ayat 24-25
Disamping mengerjakan salat untuk mengingat dan
menghambakan diri kepada Allah, manusia memperintahkan agar selalu meneliti
harta yang telah dianugrahkan Allah kepadanya; apakah dalam harta itu telah
atau belum ada hak orang miskin yang meminta-minta, dan orang miskin yang tidak
mempunyai sesuatu apa pun. Jika ada hak mereka, segera mengeluarkan hak itu.
Karena dia percaya bahwa selama ada hak orang lain dalam hartanya itu, berarti
hartanya belum lagi suci, Allah SWT. Berfirman: ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.
Ayat-ayat
di atas menyatakan bahwa: dan orang-orang dalam harta mereka ada hak yakni
bagian tertentu yang mereka peruntukkan bagi orang-orang yang butuh yang
meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa tetapi enggan dan malu meminta dan
juga orang-orang yang mempercayai keniscayaan hari pembalasan, sehingga
mempersiapkan bekal.
Sementara ulama memahami makna baqqun ma’lum atau
hak tertentu dalam arti zakat, karena zakat adalah kewajiban yang telah
tertentu kadarnya. Ulama lain memahaminya dalam arti kewajiban yang ditetapkan
sendiri oleh yang bersangkutan selain zakat dan yang mereka berikan secara suka
rela dan jumlah tertentu kepada fakir miskin. Ini karena ayat di atas
dikemukakan dalam konteks pujian, dan tentu saja pendapat kedua ini lebih
menonjol sifat terpujinya.
e. Surat At-Taubah ayat 103
Amwal
(At-Taubah 103)
Amwal merupakan bentuk jama’ dari mal yang berarti
harta benda. Amwal dalam ayat ini terkait harta benda yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Zakat yang dikeluarkan dari amwal biasanya zakat al-mal atau zakat
al-amwal. Amwal itu sendiri dapat berbentuk an-naqdain (emas dan perak)
az-zuru’ (tanaman), as-simar (buah-buahan), at-tijarah (perdagangan atau
niaga), ar-rikaz (barang temuan simpanan, atau harta karun), dan al-ma’adin
(barang tambang).
Perintah
Allah pada permulaan ayat ini ditunjukkan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah
sebagai pemimpin mengambil sebagian dari harta benda mereka sebagai sedekah
atau zakat. Ini untuk menjadi bukti kebenaran tobat mereka karena sedekah atau
zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena
mangkirnya (malas) mereka dari peperangan dan untuk mensucikan diri mereka dari
sifat “cinta harta” yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu.
Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari
semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak,
dan sebagainya. Oleh karena itu, Rasul mengutus para sahabat untuk menarik
zakat dari kaum Muslimin.
Di
samping itu, dapat dikatakan bahwa penuaian zakat berarti membersihkan harta
benda yang tinggal, sebab pada harta benda seseorang terdapat hak orang lain,
yaitu orang-orang yang oleh agama islam telah ditentukan sebagai orang-orang
yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik
harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak
orang lain, yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan
zakat dari hartanya itu, maka harta tersebut menjadi bersih dari hak orang
lain. Orang yang mengeluarkan zakat terbebas dari sifat kikir dan tamak.
Menunaikan zakat akan menyebabkan keberkahan pada sisa harta yang masih
tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu
tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.
Perlu
diketahui, walaupun perintah Allah dalam ayat ini pada lahirnya ditunjukkan
kepada Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah
dan kawan-kawannya namun hukumnya juga berlaku terhadap semua pemimpin atau
penguasa dalam setiap masyarakat muslim, untuk melaksanakan perintah Allah
dalam masalah zakat ini yaitu untuk memungut zakat tersebut dari orang-orang
Islam yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang
berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya
sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya
dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, dan juga kepada setiap
pemimpin dan penguasa dalam masyarakat, agar setelah melakukan pemungutan dan
pembagian zakat, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan
pembayar zakat. Doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan
menenteramkan hati mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa
Allah benar-benar telah menerima tobat mereka.
Semoga
Allah memberi pahala terhadap apa-apa yang kamu berikan, dan memberkahi apa
yang tinggalkan.
Pada
akhirnya ayat ini diterangkan bahwa Allah Maha Mendengar setiap ucapan
hamba-Nya yang bertobat, Allah Maha Memgetahui semua yang tersimpan dalam hati
sanubari hamba-Nya, seperti rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena
kesadaran atas kesalahan yang telah diperbuat.
Kaitanya
dengan Tema :
Ayat diatas menunjukkan bahwa menunaikan zakat itu
akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga
ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan,
maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan, dan tidak akan
berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan
menyusut, sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya, sebagai hukuman
Allah SWT terhadap pemiliknya.
Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah SWT
dalam ayat ini pada lahirnya ditujukan kepada Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini
ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun ia juga
berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat kaum
Muslimin, untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk
menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat, dan
kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya.
Dengan demikian, maka distribusi di dalam zakat akan
dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina
kesejahteraan masyarakat.
E.
Munasabah
a. QS. Al-Hasyr : 22 , QS.
Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS. Al-Ma’arij : 24-25
Munasabah
keempat surat diatas ialah di dalam harta yang kita miliki itu ada hak-hak
orang lain baik ia meminta atupun tidak. Dan itu semua dapat menjadikan kita
lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena hanya Dialah tempat kita
mengadu, meminta pertolongan dan banyak hal lainnya. Kita ketahui bersama bahwa
Allah adalah Maha Mengetahui apa saja yang kita lakukan.
Apabila
kita berbuat baik maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan. Apabila kita
berbuat keburukan maka Allah akan memberikan ganjaran yang setimpal dengan apa
yang telah kita kerjakan. Namun jika kita telah berbuat kebathilan dan kita
ingin bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak akan melakukan perbuatan itu
lagi maka insya Allah, Allah akan menerima tobat kita karena Allah Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang.
Dan
bersedekah adalah taubat yang berkaitan dengan harta, sedangkan tobat yang
tulus adalah sedekah dalam bentuk amal dan kegiatan nyata. Kegiatan nyata,
antara lain membayar zakat dan bersedekah. Dan Allah juga telah mengatur bagaimana
kita dalam mentalaq seorang istri dan kita
b.
Munasabah
surat QS. Al-Hasyr : 22 , QS. Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS.
Al-Ma’arij : 24-25, at-thalaq ayat 7 dengan Distribusi Dalam Islam
Islam membolehkan adanya harta pribadi dan hasil
usaha pribadi dan bukan seperti Negara totaliter yang menguasai semua kekayaan
dan memperlakukan rakyatnya seperti mesin tanpa perasaaan dan belas kasihan.
Paham komunis memaksa setiap orang untuk menganut ideology yang sama. Ajaran
Islam penuh dengan esensi moral dan keadilan social yang akan menjadi patokan
umum antara orang Islam dan non Islam.
Masyarakat bebas menyakini apa yang mereka sukai dan
bekerja sesuai keingingan sepanjang pekerjaan mereka tidak mengandung
norma-norma yang tidak bermoral dan anti social. Setiap orang diwajibkan
mencari nafkah dengan kerja keras dan kejujuran untuk kepuasan dari apa yang
diinginkan lalu membelanjakan dari kelebihan yang dimiliki untuk memenuhi
kebuthan-kebutuhan orang miskin yang melarat yang ada pada masyarakat.
Dengan kata lain, orang-orang islam diharapkan
menyumbangkan kekayaan mereka dengan ikhlas sehingga kebutuhan kaum dhuafa itu
dapat terpenuhi. Prinsip infaq tidak meminta seseorang untuk melupakan hak
milik pribadinya tapi sekedar mengingatkan seseorang untuk menafkahkan hartanya
sesuai kebutuhannya.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Pengertian distribusi menurut kamus besar bahasa
indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau
ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa
darurat) oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dsb.
Surat Al-Hasyr ayat 22
Ayat ini menjelaskan bahwa Sesungguhnya tiada Tuhan
selain Allah, dan setiap orang yang menyembah selain Dia seperti
tumbuh-tumbuhan, batu, berhala, atau raja adalah batal. Allah Maha mengetahui
segala sesuatu yang tampak di jagat raya baik yang tampak maupun tidak tampak,
serta tidak ada satu yang di langit dan di bumi ini yang lepas dari pengetahuan
Tuhan. Allah memiliki Rahmat yang amat luas yang menjangkau seluruh
Ciptaan-Nya. Allah Maha Pengasih di dunia dan akhirat serta pada keduanya.
Surat Adz-Dzariyaat ayat 19
Ayat ini menerangkan bahwa disamping mereka
melaksanakan sholat wajib dan sunnah, mereka juga selalu megeluarkan infaq fi
sabilillah deangan cara mengeluarkan zakat atau sumbangan derma atau songkongan
sukarela karena mereka memandang bahwa pada harta-harta mereka itu ada hak
fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta bagian karena
merasa malu untuk meminta.
Surat Ath- Thalaq ayat 7
Ayat di atas menjelaskan prinsip umum yang mencakup
penyusunan dan sebagainya sekaligus menengahi kedua pihak dengn menyatakan
bahwa :Hendaklah yang lapang yakni mampu dan memiliki banyak rezeki memberi
nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari yakni sebatas kadar kemampuannya dan
dengan demikian hendaknya ia memberi sehingga anak dan istrinya itu memiliki
pula kelapangan dan keluasan berbelanja dan siapa yang disempitkan rezekinya
yakni terbatas penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Jangan sampai dia memaksakan diri untuk nafkah itu
dengan mencari rezeki dari sumber yang tidak direstui Allah.
Surat Al-Ma’arij ayat 24-25
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa: dan orang-orang
dalam harta mereka ada hak yakni bagian tertentu yang mereka peruntukkan bagi
orang-orang yang butuh yang meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa tetapi
enggan dan malu meminta dan juga orang-orang yang mempercayai keniscayaan hari
pembalasan, sehingga mempersiapkan bekal.
Surat At-Taubah ayat 103
Ayat diatas menunjukkan bahwa menunaikan zakat itu
akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga
ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan,
maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan, dan tidak akan
berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan
menyusut, sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya, sebagai hukuman
Allah SWT terhadap pemiliknya.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak
yang ikut adil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran
dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. Sebagai
penutup, semoga Allah SWT membalas semua jerih payah semua pihak lebih-lebih
bapak dosen pengampuh yang telah memberi semangat pada kami dalam menyelesaikan
makalah ini dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002.
Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta :
2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, Juz II,
Lentera Hati, Jakarta : 2002.
Muhammad Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul majid An-Nuur,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Mushthafa Al-Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang:
1989.
Shaleh Q,A Dahlan, Asbabun Nuzul edisi kedua, CV Penerbit Diponogoro, Bandung: 2000.
[1] Kamus
besar bahasa indonesia online, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
[2] http://imambikar.blogspot.com/2009/06/makalah-konsep-distribusi-dalam-islam.html
[3] A.
Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul,
(Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2002), hal. 775.
[4] A.
Mudjab Mahali, Op Cit., hal. 485
[5] Abuddin
Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan,(Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 61.
[6] M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan
, Kesan dan keserasian al-Qur’an, Juz II, (Jakarta : Lentera Hati, 2002),
hlm. 135.
[7] H.M.
Quraish Shihab Op. Cit. hlm. 134.
[9] Ar-rifa’i
nasib, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Kastir, jilid 4
(Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 471
[10] M.
Qurais Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati : 2002), hal. 303.
Ditulis Oleh : faisalsaleh
Terimakasih atas kunjungan Kamu Karena telah Mau membaca artikel DISTRIBUSI. Tapi Kurang Lengkap Rasanya Jika Kunjunganmu di Blog ini Tanpa Meninggalkan Komentar, untuk Itu Silahkan Berikan Kritik dan saran Pada Kotak Komentar di bawah. Kamu boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikelDISTRIBUSI ini jika memang bermanfaat bagi kamu, tapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih.
0 komentar:
Post a Comment